Sahabat Terbaikku
(Karya Wenny Dewanti)
Aku Tika. Aku cewek manis berambut panjang yang sedang jatuh cinta pada seorang laki-laki. Aku mempunyai seorang sahabat, dia bernama Rina. Rina sangat baik padaku, bahkan ia rela berjuang hanya untuk mendekatkan aku dan Raka. Oh ya..., Raka adalah gebetanku dan aku berharap, aku bisa berpacaran sama dia.
Aku, dengan bantuan Rina terus berjuang dan berusaha untuk mendekati Raka. Sejujurnya, Raka adalah cowok yang cuek dan dingin, jadi sedikit sulit untuk mendekati dia. Aku saja hampir menyerah untuk memperjuangkan Raka. Tapi, Rina terus menyemangatiku dan mengatakan bahwa aku tidak boleh putus asa, aku harus terus memperjuangkan cintaku. Jadi aku semangat lagi dan terus berjuang untuk dia.
Setelah sekian lama, akhirnya yang aku tunggu-tunggu tiba juga. Di suatu pagi yang cerah, tiba-tiba saja Raka menelpon-ku, ia mau mengajakku jalan-jalan di taman. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menjawab iya. Aku langsung bersiap-siap dan menuju ke taman. Di sana kami berjalan mengitari taman sambil sedikit berbincang. Kami pun sampai di suatu kursi di taman itu dan kami duduk di kursi itu.
Setelah duduk, kami masih terus berbincang. Akhirnya kami pun sampai di akhir perbincangan. Di akhir perbincangan itu, ia menyatakan cintanya padaku.
“Tika, aku tau selama ini kamu udah mati-matian untuk perjuangin aku, aku tau pasti itu melelahkan banget untukmu. Aku cukup tersentuh dengan perjuanganmu itu. Dan sekarang aku sadar bahwa kamu adalah wanita yang aku cari selama ini. Kamu adalah tulang rusukku yang hilang. So......, Tika, kamu mau gak jadi pacar aku?” ucapnya sambil berlutut di hadapanku.
Tanpa basa-basi lagi, aku langsung menerima Raka. Aku sangat senang. Pada saat itu, hatiku berdegup dengan kencang, aku berkeringat dingin, nafasku serasa berhenti untuk sejenak, dan sampai aku tidak bisa berkata-kata lagi. Intinya aku sangat bahagia waktu itu.
Aku pun pulang ke rumah. Saat sampai di rumah, aku langsung menelpon Rina untuk memberi tahunya kabar bahagia ini.
“Rin.., Rin..., tau gk? Aku pacaran lhoo sama Raka.” Ucapku dengan nada bahagia.
“Waahh....., selamat ya Tik. Semoga kalian langgeng yaa...!” ucap Rina dengan bahagia juga.
Aku dan Rina cukup lama berbincang di telpon. Kami sangat bahagia karena ini.
Keesokan harinya, Raka mengajakku jalan-jalan ke mall. Raka membelikan aku baju, sepatu, tas, dll. Ia juga menteraktirku makan di restoran kesukaanku. Aku merasa, hari itu adalah hari paling bahagia dihidupku setelah hari dimana Raka menembakku.
Tidak terasa waktu berjalan dengan begitu cepatnya. Hubunganku dengan Raka sudah berjalan 3 bulan. Selama hampir 3 bulan ini, aku merasa nyaman dengan dia. Tapi, beberapa hari ini aku merasa ada yang aneh dengannya. Biasanya ia selalu menghubungiku walaupun ia sedang sibuk. Dan beberapa hari ini ia jarang menghubungiku. Saat aku menelponnya saja, ia terdengar cuek dan ia ingin cepat-cepat menutup teleponnya. Ketika aku bertanya apa alasan dia bertingkah seperti itu padaku, ia hanya menjawab kalau dia sedang sangat sibuk. Aku pun merasa sedikit sedih, tapi aku tetap berfikir positif kalau ia seperti itu karena ia benar-benar sibuk. Aku juga tidak mau menjadi hambatannya dalam mengerjakan kerjaan nya itu. Jadi, ya..., mau tidak mau aku harus menerimanya.
Satu minggu kemudian, Rina mengajakku untuk bertemu dengannya. Katanya ada hal penting yang ingin dia katakan padaku. Aku menyetujui ajakan Rina itu. Aku pun bergegas untuk berangkat dan aku akhirnya tiba di tempat yang sudah kami sepakati tadi, yaitu di kafe. Ternyata Rina sampai lebih awal dari aku dan aku segera menemuinya.
Saat berjalan menuju Rina, aku melihat wajahnya yang tampak begitu khawatir, dalam seketika aku juga jadi takut. Aku pun sampai padanya, aku langsung bertanya kepadanya bahwa apa yang sedang ia pikirkan dan apa yang ingin ia sampaikan padaku.
“Tika..., kamu jangan marah ya sama aku, aku cuma mau yang terbaik untuk kamu.” Ucap Rina dengan khawatir.
“Iya, iya..., aku janji gak akan marah sama kamu kok. Jadi apa yang mau kamu bilang ke aku?” jawabku dengan rasa penasaran dan takut.
“Jadi....., huuuuhhh. Jadi, tadi tuh aku ngeliat Raka jalan sama cewek lain di mall. Mereka tuh deket banget. Bahkan aku denger mereka panggil sayang-sayangan gitu. Trus waktu aku manggil Raka, dia malah lari sama cewek itu. Dan firasatku itu mengatakan kalau mereka itu pacaran dan Raka itu mengkhianati kamu, Tik. Jadi, menurutku, kamu putus aja deh sama dia. Maaf ya Tik, aku cuma mau yang terbaik untuk kamu.” Ucap Rina.
“Gaaaakk, gaaakkk....., gak mungkin Raka mengkhianati aku. Dia itu sayang sama aku, dia cinta sama aku, dia sendiri yang bilang begitu ke aku. Jadi, gak mungkin dia selingkuh sama cewek lain. Itu mustahil. Kamu bohong Rin, aku gak percaya sama omongan kamu itu, aku lebih percaya sama Raka. Kamu bukan sahabatku lagi. Aku benci sama kamuu.” ucapku sambil menangis histeris.
Setelah selesai mengatakan itu, aku bergegas pergi meninggalkan dia. Aku tidak menyangka Rina akan mengatakan itu. Hatiku sangat sakit dan hancur, aku bingung harus percaya pada siapa. Pada sahabatku sendiri atau pada pacarku.
Aku terus menangis setelah pulang dari kafe itu. Kata-kata Rina terus terngiang di telingaku. Aku tau Rina itu tidak pernah berbohong padaku, tapi aku juga yakin Raka tidak melakukan itu. Semenjak dari kejadian itu, Rina terus menelpon ku, tapi aku tidak mengangkatnya karena aku sudah kecewa dengan dia dan aku sudah tidak percaya padanya lagi. Di suatu hari, Rina mendatangi rumahku. Ia terus menerus mengetuk pintu rumahku, tapi aku tidak membukakannya.
Aku hanya berkata, “Pergi!!! Aku gak mau ketemu kamu lagi. Aku gak mau sahabatan sama kamu lagi. Pergi! Jangan balik ke sini lagi! Aku udah kecewa sama kamu.”
“ Okee, aku akan pergi. Maafin aku, Tik. Aku lakuin itu karna aku sayang sama kamu, aku gak mau kamu tersakiti lebih dalam lagi. Jaga dirimu baik-baik yaa. Kalau kamu butuh aku, hubungin aja aku atau temuin aku. Jangan segan-segan. Aku pergi.” ucap Rina.
Aku merasa benar-benar hancur waktu itu. Aku harus kehilangan sahabat terbaikku itu.
Hari-hari pun berlalu. Aku masih saja sedih dan untuk menenangkan diriku, aku pergi ke kafe. Sebelum pergi, aku menelpon Raka untuk menemaniku, tapi Raka menolaknya karena ia sedang sibuk. Aku merasa sedih. Awalnya, aku kira Raka akan menerimanya karena kami sudah lama tidak jalan bareng. Tapi ternyata dugaan ku salah, ia menolaknya. Akhirnya aku pergi sendiri ke kafe itu.
Saat sampai di kafe itu, aku langsung melihat pemandangan yang benar-benar tidak enak, yang membuat hatiku benar-benar hancur. Aku melihat Raka sedang bermesraan dengan wanita lain. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Aku langsung menghampiri mereka dan memarahi Raka.
“Raka..! Kamu ngapain di sini, sama cewek itu lagi? Katanya kamu sibuk sampe gak bisa anterin aku, pacar kamu sendiri. Ternyata bener ya kata Rina, kalau kamu itu ada hubungan sama cewek lain. Jahaaat banget ya kamuuu. Kamu taukan perjuangan aku untuk dapetin kamu? Susaaah bangeet. Dan sekarang kamu khianati akuu? Bener-bener jahat kamuu. Aku benci sama kamu. KITA PUTUS!!!” ucapku sambil marah dan menangis.
“Iya, aku emang selingkuh. Kenapaaa? Kamu gk suka? Hmm, terserah sih, kamu suka atau enggak. Itu kan hak aku. Terserah aku dong aku mau selingkuh sama siapa. Kamu itu gak berhak yaa atas aku dan hidup akuu, gak usah atur-atur hidup aku deeh. Hidup kamu aja belom bener. Oh yaa, aku jahaat? Gak salah kamuu? Aku baik yaa. Kalau aku jahat, aku gak akan mau nerima kamu sebagai pacar aku. Dan inget baik-baik, aku nerima kamu cuma karna kasihan sama kamu, gak lebih dari itu. Aku gak cinta sama kamu, aku gak sayang sama kamu. Kamu mau putus? Okehh, KITA PUTUS!!!” jawab Raka dengan sombongnya.
Aku langsung pergi dari kafe itu. Hatiku benar-benar hancur bagaikan debu setelah mendengar dan melihat kejadian tadi. Aku tidak menyangka hal ini akan terjadi padaku. Aku langsung teringat Rina, ternyata dia benar. Aku pun memutuskan untuk ke rumah Rina. Saat aku tiba di rumahnya, Rina sedang menyiram tanamannya di halaman depan rumahnya. Aku langsung berlari ke arah Rina dan memeluknya. Rina terkejut aku karena aku tiba-tiba datang dan memeluknya, tapi ia tetap membalas pelukanku itu.
Saat aku berada dipelukannya, aku menangis sejadi-jadinya. Beberapa saat kemudian, aku sudah mulai tenang dan Rina menyuruhku duduk di kursi.
“Rinaa, maafin aku yaa, aku udah gak percaya sama kamu, aku udah bentak-bentak kamu, aku udah ngusir kamu dari rumah aku. Maafin aku, Riin. Sekarang aku tau, kamu itu benar dan Raka itu salah. Dia udah khianati akuu. Rina, kamu masih mau kan sahabatan sama aku?” ucapku sambil menangis.
“Iya Tika, aku maafin kamu. Aku seneng, akhirnya kamu sadar, kalau dia itu jahat, dia itu gak pantes untuk kamu yang baik. Aku juga masih mau kok temenan sama kamu.” ucap Rina dengan bijak.
“Makasih Rina, makasih banyaak. Kamu memang sahabat terbaikku ”
Kami pun berpelukan dan berjanji untuk saling percaya satu sama lain. Aku sangat beruntung punya sahabat seperti Rina. Dia adalah sahabat terbaikku.
*Selesai..
0 comments:
Post a Comment