Kisah Naufal
(Karya Aprillia)
Namanya adalah Naufal Aidan Poetra, atau biasa disingkat dengan Upal. Upal adalah siswa yang sangat nakal. Setiap hari Upal selalu berbuat masalah. Upal seringkali membuat para guru kewalahan karena sikapnya.
Suatu hari, terdapat pengumuman dari kepala sekolah. Pengumuman itu berisi tentang kegiatan yang akan dilaksanakan pada Hari Batik Nasional yang jatuh pada hari Rabu. Seluruh murid diwajibkan untuk memakai seragam batik serta membawa pakaian olahraga untuk berpartisipasi dalam lomba yang akan diadakan sekolah.
Beberapa hari kemudian, hari itu tiba. Semua murid tengah menyiapkan diri untuk ikut serta lomba, terkecuali Upal yang sibuk menyusun rencana untuk kabur dari sekolah. Upal dan temannya, Joan tengah berbincang di dalam kelas.
“Menurut lo gimana, Jo? Gue takut ketahuan sama Bu Ratna. Kemungkinan dia bakal panggil bokap gue kalau gue ketahuan kabur lagi.” Ucap Upal sambil memainkan rambut nya yang tebal.
Joan berdecak, “Ya pokoknya gue berharap lu bisa kabur dari sini tanpa tertangkap basah sama Bu Ratna. Good luck, bro. Gue cabut dulu ke lapangan, bye.”
Upal memandang temannya tersebut hingga tidak terlihat lagi batang hidung nya. Ia bangkit berdiri dan berjalan cepat menuju pagar belakang sekolah yang ketika itu tampak sepi.
“Alhamdulillah sepi.” Upal bernapas lega. Ia berjalan mendekati pagar dan mengangkat kaki bagian kiri ke arah salah satu celah. Upal terus berusaha untuk memanjat pagar tersebut hingga pada akhirnya…
Bruk!
Hantaman itu terdengar jelas ketika bokong Upal mengenai hamparan rumput dari ketinggian pagar yang mencapai dua meter. Upal tidak putus asa, ia terus berusaha untuk memanjat pagar tersebut hingga yang kelima kalinya. Upal hampir berhasil ketika suara yang sangat amat familiar meneriaki nama lengkap Upal.
“Naufal Aidan Poetra! Cepat turun dari situ atau kamu akan saya pukul dengan kayu yang saya pegang!” ancam Bu Ratna dengan suaranya yang tegas dan menyeramkan. Nyali Upal langsung menciut saat Bu Ratna menangkap basah kelakuannya tersebut. Upal memang anak nakal yang lemah. Ia turun dengan perlahan, merasa sangat kapok dan lelah setelah terjatuh selama empat kali.
Plak!
Bu Ratna spontan memukul bokong Upal dengan kayu yang beliau pegang. Pukulan tiada ampun Bu Ratna berikan pada anak nakal itu hingga dia tersungkur dengan kedua tangannya yang menempel sempurna pada bokongnya, melindungi diri dari serangan kayu yang Bu Ratna pegang.
“Ampun, Bu, ampun….” Lirih Upal.
Bu Ratna menyuruh Upal berdiri dan menarik anak tersebut menuju ruang konseling. Upal terus menunduk dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia takut jika nanti Bu Ratna akan memanggil ayahnya.
Ketika pintu ruang konseling terbuka, Bu Ratna mempersilahkan Upal untuk duduk di samping Gilang, siswa berotak jenius.
“Eh, Gilang? Kenapa lo ada di sini?” Tanya Upal menunjukan ekspresi kebingungan.
“Nungguin Bu Ratna.” Jawab Gilang dengan senyuman kecil.
Bu Ratna duduk di hadapan Upal dan Gilang, menatap kedua pria tersebut satu per satu dan mendarat ke Gilang.
“Nak Gilang, ada kebutuhan apa ingin bertemu dengan saya?” Tanya Bu Ratna.
“Sebelumnya saya minta maaf jika saya datang secara tiba-tiba tanpa merencanakan pertemuan ini. Hal yang saya ingin bicarakan juga tidak terlalu penting. Saya hanya ingin menanyakan pendapat Ibu. Menurut Ibu, lebih baik saya mengikuti olimpiade di Bandung bulan depan atau olimpiade yang akan diadakan oleh pemerintah? Saya lihat-lihat, waktu pelaksanaannya hampir sama.” tanya Gilang ragu-ragu.
Bu Ratna tampak bingung. Beliau sama-sama memikirkan hal tersebut. Upal ikut terdiam. Ia merenungkan kelakuan dirinya sendiri selama ini. Upal tak pernah berhenti melakukan hal-hal tidak wajar yang menyebabkan kemarahan pada guru-guru nya. Upal merasa keren dengan melakukan hal tersebut. Tapi semakin lama rasanya semakin menakutkan, Upal seperti kecanduan untuk bertindak bodoh terus-menerus. Selama ini guru-guru nya tidak pernah memanggil ayah Upal karena mereka merasa bahwa Upal dapat berubah. Tapi semakin hari berlalu harapan itu pupus dari hati mereka. Upal sangat khawatir jika hari yang ia sangat hindari itu tiba, hari ketika ayah nya dipanggil untuk menghadap wali kelas, atau guru BK, atau Kepala Sekolah. Ayah Upal adalah pribadi yang baik, dan Upal tidak mau mengecewakan ayah nya jika beliau tahu kelakuan Upal selama ini. Terlebih lagi, ayah Upal memiliki jantung dengan kondisi yang lemah.
Upal dengan perlahan membuka suara. Ia memantapkan jiwa dan raga untuk menanyakan satu pertanyaan yang dapat mengubah hidupnya sebagai seorang pelajar.
“Gilang, gue boleh menanyakan suatu hal ke lo?” Upal mengangkat suara, mengalihkan perhatian Bu Ratna dan Gilang.
“Mau nanya apa, Pal?”
“Maaf kalau pertanyaan gue ini terkesan aneh. Gue cuma mau nanya, kunci kesuksesan lo itu apa,sih? Gue pengin jadi seperti lo yang punya otak jenius, rajin belajar, dan selalu mengharumkan nama sekolah, bukan cuma menjadi siswa yang suka membuat onar seperti gue.” jelas Upal panjang lebar. Bu Ratna melongo mendengar pertanyaan dari anak yang beliau kenal berandal itu.
Gilang tersenyum lalu berkata,
“Semua itu berasal dari niat hati lo, Upal. Kalau dari awal saja lo sudah gak punya niat, pasti bakal sulit untuk mendapatkan hasil yang lo inginkan. Memang sulit untuk membangun motivasi dan kedisiplinan dalam hidup lo, tapi lo harus yakin kalau lo mau, pasti lo mampu. Kesuksesan itu berasal dari kedisiplinan. Lo harus hidup disiplin kalau mau sukses. Gak ada yang namanya melanggar peraturan dalam hidup orang sukses, Pal.”
Upal memperhatikan Gilang dengan seksama, ia mengangguk setiap kali Gilang mengakhiri kalimatnya. Upal tersenyum kecil.
“Untung gue baru kelas sebelas. Setidaknya masih bisa mengubah sikap dan perilaku ke hal yang lebih positif.” Upal mengembuskan napas lega.
Bu Ratna tersenyum bahagia melihat Upal yang akhirnya memiliki niat untuk berubah.
“Jika kamu membutuhkan bantuan, Ibu selalu siap untuk membantu. Untuk saat ini kamu saya bebaskan, tapi jika kamu mengulangi kesalahan yang sama, Ibu bakal memanggil ayah kamu.” jelas Bu Ratna. Upal mengangguk, lalu ia bangkit dan keluar dari ruang konseling.
Sejak perbincangan yang cukup panjang itu, Upal mulai berubah secara perlahan. Ia berusaha sebaik mungkin untuk menjadi siswa yang teladan dan taat kepada peraturan. Prestasi Upal juga mulai meningkat. Upal membuat guru dan ayahnya bangga. Upal membuktikan perkataan Gilang, bahwa jika kita memiliki niat dan keinginan yang kuat, kita pasti mampu untuk menjadi apa yang kita inginkan.
*Selesai..
0 comments:
Post a Comment